Saturday, 22 August 2015

Berburu Barang Antik

Berburu Barang Antik








Berburu barang antik sering identik dengan mereka yang sudah cukup umur. Tapi jangan salah, tidak hanya mereka yang sudah berumur saja yang kini berburu barang antik, anak-anak muda pun sekarang ini mulai getol berburu barang antik. Tentu berbagai alasan bisa saja mengemuka dari mulut mereka. Namanya juga hobi, bisa datang kadang tanpa bisa dinalar orang lain.
Itu pula yang dialami Firmansyah, seorang pendatang di Semarang yang berasal dari Yogyakarta. Hobi berburu barang antik pemuda yang selalu mencukur habis rambutnya ini, sebenarnya telah dimulai sejak dia tinggal di Yogyakarta, 4 tahun yang lalu. Setelah pindah ke Semarang hobi tersebut bukan malah surut, tapi semakin menjadi. Apalagi pekerjaannya di Semarang memungkinkan dia untuk berburu barang antik baik melalui media internet maupun langsung ke tempat-tempat yang banyak menyediakan barang antik.
“Saya berburu barang antik sejak 4 tahun yang lalu. Dulu saya bekerja dengan orang Jogja di gallery antik, terus kurang puas, makanya bikin sendiri. Sambil kerja di Semarang, di sebuah perusahaan eksport. Saya nyambi jual barang antik. Yah, lumayan buat beli pulsa dan sisanya buat beli macbook,” papar Firmansyah meyakinkan.
Ketertarikan Firmansyah pada barang antik memang, memang tanpa alasan yang jelas. Semua dia lakukan karena panggilan jiwanya, seperti juga para pehobi lainnya. Karena itu ketika ditanya mengapa dia tertarik berburu barang antik, pria yang juga pernah kuliah di Bandung ini mengandaikan barang antik seperti perempuan bagi lelaki. “Barang antik itu seperti wanita, jika barang antik punya nilai seni yang bagus, tidak bosan saya melihatnya. Seperti halnya wanita, semakin lama lihat wanita semakin, ah sudahlah. Biar cukup saya yang tahu,” jawabnya penuh makna.
Burburu barang antik bagi pemuda yang tinggal di daerah Tembalang ini memang bukan sekadar menyalurkan hobinya. Dengan barang-barang antik yang diperolehnya, penyuka buku-buku berhaluan kiri ini – seperti Biografi Che dan buku-buka Tan Malaka – juga mendapatkan keuntungan secara finansial. Tidak jarang, barang-barang antik yang dipamerkan di website pribadinya ditawar oleh kolektor dari manca negara.
“Dulu, sebelum kasus yang heboh di museum Kraton Solo. Saya hampir tiap bulan kirim barang ke luar negeri. Mulai dari Canada, Australi, dan Amerika. Namun, sekarang agak sulit, tapi tetap bisa kok. Bahkan barusan saya kirim topeng dari Jogja ke Australia, dan sukses,” papar pemuda yang juga pencinta sejati club bola Arsenal ini.
Kesibukan kerja Firmansyah di salah satu perusahaan eksport, mau tidak mau membuat cowok penyuka nasi goreng ini mengatur jadwal secara ketat. Maklum berburu barang antik tidaklah semudah berburu barang mewah di mal. Kadang butuh waktu berhari-hari untuk menemukannya. “Jika sering tidaknya, itu tergantung waktu. Biasanya akhir pekan saya jadwalkan untuk berburu barang antik. Terutama jika ada yang membutuhkan barang jenis tertentu yang harus saya buru. Baik itu dari rekan bisnis yang masuk ke web saya, atau dari telinga ke telinga,” papar cowok yang masih lajang ini.
Dengan tingginya jadwal Firmansyah berburu barang antik, maka tidak aneh jika tempat-tempat yang banyak menyediakan barang antik pernah disinggahinya. Solo adalah tempat yang paling sering di datanginya. Menurutnya di Solo banyak sekali barang-barang tribal Jawa yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Selain Solo, tempat lain yang sering dijadikan target untuk berburu barang antik adalah Bali.
“Banyak sekali, pertama adalah Solo, di sana lebih banyak barang tribal yang asli Jawa, texture dan gaya Jawa kelihatan banget. Di Solo saya punya penyuplai barang antik juga, di samping saya harus blusukan ke pasar antik triwindu. Di Bali juga ada, namanya pasar Krobokan, di situ barang-barang dari Kalimantan dan Jawa, tapi harga relatif mahal,” jelas cowok yang juga mengidolakan Mahatma Gandhi ini.
Selain Solo dan Bali, tempat lain yang juga pernah menjadi target Firmansyah adalah Cirebon, tepatnya di pasar Kanoman, di dekat Kraton Cirebon. Menurutnya, di tempat itu barangnya banyak dari peninggalan saudagar Cina yang berdagang di situ. “Eh, di Jakarta juga ada, namanya Pasar Antik Cikini tepatnya di Jalan Surabaya, di situ barang kurang bagus di banding Bali, tapi buat referensi lumayanlah,” tambahnya.
Empat tahun berkecimpung di perburuan barang antik, Firmansyah melalui websitenya escoret.net sudah mulai dilirik oleh rumah-rumah lelang di luar negeri. Beberapa kali tawaran mampir di inbox emailnya. “Saya pernah ditawari untuk ikut lelang di luar negeri melalui website saya. Berhubung tidak ada dana, akhirnya berakhir di inbox saja,” ungkap cowok berusia 28 tahun ini.

No comments:

Post a Comment